Praktik Baik Jadi Salah Satu Kunci Terbentuknya Moderasi Beragama di Wonosobo
Wonosobo merupakan wilayah yang menggambarkan toleransi keberagaman yang baik, bahkan hal tersebut sudah tertuang dalam peraturan daerah. Hal ini diungkap oleh Direktur Center for Religious Moderation Studies atau CRMS Semarang, Tedi Khililudin.
Koordinator Gusdurian Wonosobo, Haqy El Anshory juga mengamini hal tersebut. Lebih lanjut Haqi menceritakan, praktik baik yang sudah dilakukan masyarakat Wonosobo di berbagai daerah. Perbedaan agama di lingkungan tempat tinggal tidak membuat masyarakat mengucilkan satu dengan lainnya. Bahkan menurut Haqi ada beberapa faktor yang membuat masyarakat tetap guyup rukun.
Sebut saja Desa Giyanti, menurut pengamatan Haqi, dalam satu desa meskipun terdapat berbagai kepercayaan dan rumah ibadah, akan tetapi masyarakat tetap bersatu. Hal tersebut lantaran adanya Kesenian Lengger yang menjadi pemersatu masyarakat sekitar.
Selanjutnya Haqi menceritakan keberagaman di Desa Kaliputih Kecamatan Selomerto. Sosok Pendeta dan Kyai masjid setemoay mampu menyatukan masyarakat keberagaman sekitar. Dua tokoh tersebut menurut Haqi memiliki kecerdasan beragama lantaran memiliki teladan sehingga sikap toleran dapat terbentuk. Pada hari Minggu, dimana merupakan hari untuk beribadah umat Kristiani, maka masyarakat muslim akan menghormati dengan menciptakan suasana tenang, begitupun pada hari Jumat dimana umat muslim menjalankan ibadah shalat Jumat.
Selain dua desa tersebut m, Haqi mengaku memiliki cerita toleransi yang beragam seperti Desa Wulungsari Selomerto, Desa Buntu Kejajar, Desa Butuh Kalikajar, dan beberapa wilayah lain.