Tebing Watu Gribig Wonosobo, Lokasi Sport Tourism Favorit di Jawa Tengah

By Analisis Media 12 Sep 2022, 10:49:51 WIB   Pariwisata   jateng.inews.id   Klik Link Berita

Kawasan tebing Watu Gribig, Desa Jojogan, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo akan dikembangkan menjadi salah satu destinasi wisata khusus sport tourism. Karena tebing-tebing di kawasan desa tertinggi di Pulau Jawa itu menawarkan keindahan alam khas Dieng dan tantangan bagi para pemanjat tebing. "Tempatnya bagus banget ya, kalau kita lihat tebingnya bagus, terus kemudian cukup menantang dan kelihatan ada beberapa tempat yang sudah pernah dipanjat sehingga pengamannya ditinggal. Maka kalau hari ini dijadikan momentum, para pemanjat tebing semuanya bisa melihat,” kata Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, usai membuka Indonesia Climbing Festival di Tebing Watu Gribig Sabtu (10/9/2022).


“Kades, Camat, Pemda dari Wonosobo bisa me-manage, maka sebenarnya ini bisa dijadikan sebagai destinasi wisata, khususnya sport tourism," katanya. Setelah dikelola dengan baik dan menjadi tujuan wisata maka akan banyak orang yang datang ke sana. Baik sekadar melihat orang panjat tebing, maupun berlatih panjat tebing. BACA JUGA: Polres se-Jawa Tengah Bagikan Bansos ke Warga Terdampak Kenaikan Harga BBM "Jadi orang yang belum pernah panjat tebing juga bisa memanjat, merasakan sensasinya. Mungkin nanti para pemanjat juga bisa mencarikan jalur-jalur yang relatif lebih mudah (bagi pemula)," ujar Ganjar.

Baca Lainnya :


"Jadi orang yang belum pernah panjat tebing juga bisa memanjat, merasakan sensasinya. Mungkin nanti para pemanjat juga bisa mencarikan jalur-jalur yang relatif lebih mudah (bagi pemula)," ujar Ganjar. Selain itu Indonesia Climbing Festival juga menjadi pemicu untuk diadakan lebih banyak event serupa di Tebing Watu Gribig. Tidak hanya berlomba untuk rute memanjat dari bawah ke atas tetapi juga traversing atau melintasi dinding batu secara horisontal.

"Yang menarik dari tebing ya, rock ini betul-betul rock climbing. Menarik adalah kita yang mengikuti cacat batuannya sehingga orang ditantang untuk orientasi dulu, atur strategi dan itu membikin lebih complicated tapi nuansanya akan sangat berbeda dibandingkan yang artifisial sehingga bisa ini bisa menjadi tempat destinasi wisata sport tourism yang sangat menarik," ujarnya.

Ganjar sendiri seakan bernostalgia dengan masa lalu. Masa muda Ganjar sewaktu kuliah di Universitas Gajah Mada (UGM) juga tergabung dalam mahasiswa pecinta alam Fakultas Hukum. Sekitar akhir tahun 1980an Ganjar mengaku sempat intens berlatih panjat tebing. Saat itu belum banyak wall climbing yang ada sehingga berlatih langsung di tebing batu. "Saya melatih juga dulu. Tahun 1988 itu pernah melatih, kebetulan saya ketua Mapala di Fakultas Hukum kemudian kita punya binaan di SMA 8 Yogyakarta. Saya ingat salah satu anak bernama Andi, kelak kemudian Andi itu jadi pemanjat dan sekarang jadi pelatih di Bali," katanya. Ganjar juga sempat mempraktikkan menjadi pelatih panjat tebing saat melihat atraksi panjat tebing dari dua anak asal Desa Jojogan, Shahnaz Salisa Maizula Zahra dan Candhika Candra Dahlia (Caca). Ganjar sempat mengecek apakah tali yang mengikat tubuh Shahnaz terlalu kencang dan membuat sakit.

Ia juga sempat memberikan beberapa arahan saat dua anak itu sudah mulai memanjat tebing. Sementara itu Ketua Panitia Indonesia Climbing Festival (ICF), Wiwik Yuniasih, mengatakan ICF memadukan antara adventure terutama rock climbing dengan culture. Perpaduan itu selalu menjadi dasar dari penyelenggaraan ICF di mana pun, termasuk yang diselenggarakan di Dieng. "Kita berharap rock climbing menjadi destinasi. Itu mimpi kami semua, terutama untuk peningkatan ekonomi masyarakat. Tebing di Wonosobo ini eksotik dan unik karena tidak tinggi tetapi banyak. Di beberapa bagian tebing juga terdapat gua sehingga ke depan dapat dieksplorasi," ujarnya. Dia berharap festival panjat tebing di Wonosobo dan daerah lain dapat masuk dalam kalender nasional bahkan internasional. Ia berharap penyelenggaraan ke depan dapat mengundang pemanjat tebing dari luar negeri.